Pagi hari dimulai dengan mengerjakan tugas
piket mingguan yang telah dijadwalkan. Senin kebetulan adalah jadwal piket
saya. Tidak ada sesuatu yang menarik untuk diceritakan mengenai piket. Hal yang
mungkin bisa di highlight adalah
makna sampah plastik bagi mak Eras, tetangga samping rumah yang masih harus
menggunakan sandal di dalam rumah agar kakinya tidak terkotori lantai tanah tak
berkeramik. Mungkin bagi sebagian besar dari kita kemasan teh gelas hanyalah
sampah. Namun, bagi nenek yang tinggal dengan seorang anak dan dua cucu itu, kumpulan
sampah tersebut adalah sesuatu yang dapat membuat dapur mereka terus mengepul.
Sampah plastik tersebut dia kumpulkan dan tukarkan dengan minyak goreng.
Mungkin hal seperti ini sudah biasa kita lihat di acara-acara reality show yang disiarkan stasiun TV,
namun mengetahui dan melihat secara langsung ‘reality show’ ini terasa berbeda bagi saya, hal yang secara pribadi
dapat meningkatkan rasa syukur dan penghargaan nilai suatu benda.
09 Juli 2012 siang kami pergi menemui kepala
desa Sukamulya untuk membicarakan beberapa program yang akan dilaksanakan.
Tidak begitu banyak hal yang didiskusikan karena pembicaraan akan dilanjutkan
Kamis, ketika rapat besar dengan semua perangkat desa Sukamulya dilaksanakan.
Agenda rapat selanjutnya berlangsung di kantor kecamatan. Perwakilan KKN IPB
dan UPI dari semua desa lokasi KKN berkumpul untuk membicarakan kegiatan
olahraga dan cerdas cermat dalam rangka menyambut HUT RI ke-67. Dari rapat ini
kami mulai merasa hal-hal yang bersifat politis dan ’funding’ mulai bermunculan, hal yang mungkin biasa terjadi dalam
setiap kesempatan para mahasiwa tinggal di desa. KKN UPI menyanggupi untuk
memberikan bantuan semaksimal mungkin, termasuk dalam hal penyediaan peralatan
dan tropi, sementara KKN IPB dengan berbagai alasan rasional menyatakan tidak
bisa memberikan bantuan secara maksimal.
Sore hari berlalu seiring dengan lemparan kartu
uno ke lantai disertai canda tawa satu sama lain. Seorang yang ‘beruntung’
dalam permainan ini berkesempatan untuk di ‘make
over’, dan dia adalah Iman dari KKN IPB. Saya rasa wajahnya tidak banyak berubah
walaupun setelah di make over (lol).
Rutinitas
selanjutnya adalah mengajar anak-anak mengaji di masjid. Sebagian dari tim
lebih memilih untuk menjaga rumah, tentu hal tersebut membuat anak-anak
bertanya “Ka Ihsan, ari nu sanesna kamana?”
sejenak terdiam saya hanya bisa menjawab “Nuju beberes di bumi”.
Pembelajaran mengaji sendiri berlangsung secara ‘flexibel’. Anak-anak
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bercanda, berlari-lari, bahkan
bertengkar. Foto dibawah mungkin bisa menggambarkan bagaimana anak-anak sulit
diam dan diatur.
Hari ke-lima mulai terasa kalau masalah terbesar tatkala KKN adalah terlalu banyaknya waktu luang. 40 hari saya kira adalah jumlah alokasi waktu yang membuat seseorang tidak perlu terburu-buru untuk bergerak. Virus BO54N kian hari semakin kebal. Antibiotik semacam Uno, poker, remi, TV, film bahkan PES sekali pun mulai tidak efektif. Virus ini saya kira dapat menyebabkan ‘rarungsing’ dan akibat paling fatal mungkin adalah perselisihan antar anggota. Sampai saat ini tim masih terus berupaya untuk mencari obat virus mematikan ini.
No comments:
Post a Comment