Monday, April 7, 2014

Caleg Perempuan, Terus Kenapa?

Dulu, Indonesia pernah dijajah Belanda selama lebih dari 350 tahun. Dulu, Jepang menguras banyak kekayaan negeri ini. Dulu, perbudakan dan penjajahan dianggap sebagai hal yang lumrah. Lalu, mengapa saat ini bangsa Indonesia tidak bermusuhan dengan Belanda? Mengapa budaya-budaya Jepang mulai dari makanan hingga cara berpakaian diterima dengan baik? Jika sakitnya sejarah masih terasa, bukankah seharusnya kita mengangkat senjata, membalaskan dendam nenek moyang? Tidak demikan, bukan? Bangsa-bangsa yang dulu ketika bertatap muka saling mengangkat senjata, kini berjabat tangan dan duduk satu meja membicarakan kebaikan bersama. Ya, sejarah dipelajari bukan untuk menyulut kembali api konflik, melainkan untuk kita jadikan bahan evaluasi.

Kemungkinan, banyak orang setuju dengan pernyataan di atas. Namun, bagaimana dengan wacana penyetaraan kuota perempuan dan laki-laki di parlemen? Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, tak peduli ada banyak perempuan pintar dan kompeten, kaum yang ditakdirkan berkromosom XY diberi kuota 70%, sedangkan mereka yang ditakdirkan memiliki kromosom XX diberi kuota 30%.

Sampai sekarang, banyak yang masih beranggapan bahwa laki-laki bagaimanapun lebih unggul dibanding perempuan (sumber gambar)