Tak seperti biasanya, pagi ini semua anggota
tim bangun dan mandi lebih awal. Fenomena ini terjadi karena hari ini adalah
hari dimana tim KKN UPI dan IPB secara resmi akan memperkenalkan diri dan
menyampaikan program yang telah direncanakan di depan semua aparat dan tokoh
desa Sukamulya dari sampai tokoh ibu PKK, bapak RT/RW, petani, hingga kepala
desa, dalam sebuah rapat yang diadakan di awal dan akhir bulan, biasa disebut ‘minggon’. Terlambat
berarti nilai minus untuk kriteria first
impression.
Tidak semua anggota tim beranjak dari tempat
tidur pagi itu, Erni, salah satu teman kami dari pendidikan bahasa Jepang tidak
beranjak dari tempat tidur, bukan karena malas, tetapi karena kondisi tubuhnya
yang tidak fit. Sesegera mungkin anggota keluarga diminta untuk menjemput dan
memberikan treatment yang lebih baik
dari apa yang dapat kami berikan di tempat KKN. Odaijini Erni, semoga kamu muntaber bukan karena hukuman memakai
helm.
12 Juli 2012 kami sampai ke kantor desa pukul
delapan lebih. Sempat merasa khawatir datang terlambat, kami kemudian merasa
lebih tenang ketika mendapati jika ruang rapat baru ditempati oleh mahasiswa KKN
IPB. Rapat pada akhirnya dimulai pukul Sembilan lebih, seharusnya kami ingat
jika rumus jadwal acara di Indonesia adalah N+1. Banyak hal lucu terjadi ketika
rapat. Salah satunya adalah saat pembahasan E-KTP yang berlangsung dengan banyak
tanya jawab. Lucu adalah ketika ada tiga pertanyaan yang sama dilontarkan oleh
aparat desa berkenaan dengan E-KTP. Pertanyaan pertama adalah “pak upami aya
warga Subang nu ngalih ka Karawang eta kedah ngadamel deui KTP teu pak? Pertanyaan
kedua “pak, mun abdi ti Subang ngalih ka kabupaten sanes eta kedah ngadamel KTP
deui panginten nya pak?” pertanyaan selanjutnya adalah “pak, umpamana aya warga
ti kabupaten, ngalih ka kota sanes, eta kumaha tah pak KTP na?” sedikit
terlihat frustasi, petugas E-KTP tetap menjawab ketiga pertanyaan tersebut
berulang-ulang. Pertanyaan lain yang menggelitik kami adalah ketika ada seorang
anggota rapat yang bertanya “Pak upami aya nu gaduh istri dua kumaha pak status
ngadamel KTP na?” bukannya langsung menjawab pertanyaan, petugas E-KTP malah
menceritakan jika ada seorang kepala keluarga tertangkap basah mempunyai istri
muda ketika proses pembuatan E-KTP. Sepintas saya pun langsung melihat beberapa
wajah menggambarkan raut kekhawatiran (LOL).
Giliran perwakilan mahasiswa KKN IPB dan UPI
untuk maju ke depan pun tiba. Saya yang sebenarnya bukan yang berkewajiban
menyampaikan sambutan terpakasa menggantikan Wawan sang ketua yang tidak biasa
bercakap-cakap di depan umum. Perkenalan dan penyampaian program berjalan cukup
lancar, terlebih sebelumnya kami telah berdiskusi dengan salah satu tokoh desa mengenai
segala hal yang harus diperhatikan ketika berbicara di depan rapat minggon. Dari diskusi itu saya belajar banyak
unsur politik dan diksi tertentu yang harus diperhatikan ketika berbicara di
depan masyarakat.
Selesai rapat kami memutuskan untuk pergi
berkunjung ke rumah Molly demi mencari makanan enak namun cuma-cuma. Estimasi
30 menit untuk sampai ke TKP ternyata terasa lebih lama, membuat pegal, dan panas.
Berwisata di rumah Molly selama kurang lebih dua jam, kami memilih pulang dengan
mengambil rute yang lebih jauh, namun dinilai lebih nyaman dari rute
keberangkatan. Desa Kalijati adalah salah satu daerah yang kami lewati. Sesuai
dengan namanya, disini banyak pohon jati, sayangnya banyak pohon yang tidak
lagi menghasilkan oksigen untuk masyarakat, namun menghasilkan uang hanya untuk
para pemborong. Sayangnya lagi kamera yang biasanya saya bawa kemana pun pergi
merasa lelah untuk memberikan ilustrasi bagaimana lahan jati desa Kalijati
sudah banyak yang rata dengan tanah.
No comments:
Post a Comment