Monday, April 7, 2014

Caleg Perempuan, Terus Kenapa?

Dulu, Indonesia pernah dijajah Belanda selama lebih dari 350 tahun. Dulu, Jepang menguras banyak kekayaan negeri ini. Dulu, perbudakan dan penjajahan dianggap sebagai hal yang lumrah. Lalu, mengapa saat ini bangsa Indonesia tidak bermusuhan dengan Belanda? Mengapa budaya-budaya Jepang mulai dari makanan hingga cara berpakaian diterima dengan baik? Jika sakitnya sejarah masih terasa, bukankah seharusnya kita mengangkat senjata, membalaskan dendam nenek moyang? Tidak demikan, bukan? Bangsa-bangsa yang dulu ketika bertatap muka saling mengangkat senjata, kini berjabat tangan dan duduk satu meja membicarakan kebaikan bersama. Ya, sejarah dipelajari bukan untuk menyulut kembali api konflik, melainkan untuk kita jadikan bahan evaluasi.

Kemungkinan, banyak orang setuju dengan pernyataan di atas. Namun, bagaimana dengan wacana penyetaraan kuota perempuan dan laki-laki di parlemen? Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, tak peduli ada banyak perempuan pintar dan kompeten, kaum yang ditakdirkan berkromosom XY diberi kuota 70%, sedangkan mereka yang ditakdirkan memiliki kromosom XX diberi kuota 30%.

Sampai sekarang, banyak yang masih beranggapan bahwa laki-laki bagaimanapun lebih unggul dibanding perempuan (sumber gambar)

Tuesday, May 14, 2013

Gemuruh dan Sorak Sorai Djarum Indonesia Open

Dukung badminton sebagai kebanggan bangsa!
 

Indonesia bergemuruh dan bergembira tatkala berita kemenangan tim Thomas Cup 1958 Singapura menggema ke seantero nusantara. Bangsa yang kala itu belum lama merdeka hanya bisa bersorak sorai dari jauh, tidak bisa menyaksikan perayaan kemenangan secara langsung di depan mata. Begitupula ketika Barcelona pada 1992 menjadi saksi kedigdayaan Indonesia meraih medali emas badminton untuk pertama kalinya. Keperkasaan Alan Budikusuma dan Susi Susanti hanya bisa disaksikan segelintir orang melalui layar kaca saja. Dukungan rakyat Indonesia masih terasa nun jauh di sana. Namun, tetap saja, atlet mana yang tidak bangga dan termotivasi tatkala perjuangannya disokong langsung oleh kawan-kawan sebangsa dan setanah air?

Wednesday, November 28, 2012

7 Galau yang dialami Mahasiswa Semester 7


“Sebuah akhir tak lebih dari sebuah awal untuk hal yang baru” entah dari mana saya dapatkan kutipan tersebut, namun saya cenderung mempercayainya. Bagi sebagian besar mahasiswa S1, semester 7 merupakan sebuah keset yang selalu ditempatkan sebelum kita memasuki dunia baru dibalik sebuah pintu. Sebelum membuka pintu tersebut, mungkin kita akan mencoba berdiri di atas keset dan menggesekan alas kaki lebih lama agar pijakan pertama bersih ketika menginjak dunia baru. Tak jarang, kita merenung cukup lama sebelum membuka pintu. Terkadang kita takut akan apa yang ada di balik pintu bangunan yang belum pernah kita masuki sebelumnya.

Naaah, bilang aja rasa takut itu adalah galau. Kalau menurut saya sih seenggaknya ada 7 galau yang dialami mahasiswa semester 7.

Wednesday, September 19, 2012

A Villager and a Citizen

By: Ihsan Nur Iman Faris

Long, long ago
In a foothills of a still active volcano
Far away from the nearest city
There was a couple of farmer
Having a small field cultivated by many plantations
Living in a tiny house
Being happy with their life at that moment

Sunday, September 9, 2012

6 Semester dalam 915 Kata



Bagi sebagian orang angka 7 sering disebut sebagai angka keberuntungan. Namun, bagi saya angka tersebut adalah sebuah pengingat bahwa saya sudah 3 tahun lamanya menjadi mahasiswa sebuah Universitas berlokasi di dataran berhawa dingin. Semester 7. Saya sudah semakin tua. Tak peduli orang beranggapan saya masih belum dewasa atau pun semakin dewasa, saya sudah tua, dan kehidupan dimana semuanya akan cenderung berorientasi pada materi dan financial problem pun sudah semakin dekat.