source |
Beberapa hari lalu saya menonton sebuah pertunjukan seni yang diadakan oleh English Literature Forum. Saya pikir pertunjukan tersebut luar biasa, banyak syair, teriakan, dan ekspresi yang membuat saya merinding. Para pembaca puisi dan para artis yang mengisi acara pada hari itu menampilkan performa yang memukau. Banyak hal yang saya dapat dari menonton pertunjukan tersebut. Selain nilai moral, saya juga semakin menyadari bahwa semua orang itu berbeda, setiap orang memiliki hal yang dia kuasai, dan hal yang tidak dia kuasai. Saya sangat sadar bahwa tampil pada sebuah drama, menunjukan ekspresi dengan bebas adalah salah satu hal yang tidak saya kuasai.
Namun sepertinya asumsi bahwa semua orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing tidak banyak diakui pada era ini, bahkan dalam dunia pendidikan. Banyak ‘penguasa’ pendidikan yang menganggap orang-orang yang memiliki kemampuan dalam bidang tertentu lebih baik dari yang lainnya. Dalam hal belajar pun banyak orang menganggap bahwa membaca adalah satu-satunya cara dalam meraih kesuksesan, padahal setidaknya ada tiga jenis intelejensi yang mungkin salah satunya dominan dimiliki oleh seseorang. Tiga intelejensi dasar tersebut adalah visual, auditory, dan kinesthetic. Tipikal orang auditory cenderung nyaman belajar dengan cara mendengarkan, bagaimana seseorang mengolah suaranya dalam menyampaikan sesuatu akan mempengaruhi penyerapan tipe orang auditory. Pelajar tipe kinesthetic cenderung lebih cepat mempelajari sesuatu ketika dia bergerak, ketika dia secara langsung merasakan apa yang dia pelajari, ketika dia mengamati sesuatu. Sementara orang-orang yang nyaman belajar dengan cara membaca cenderung masuk pada tipe visual, dan orang-orang inilah yang biasanya dianggap sebagai orang yang rajin belajar dan dianggap sebagai orang-orang yang paling dekat dengan kesuksesan.
Banyak orang meraih kesukesan dengan cara membaca, tapi bukan berarti hal tersebut adalah satu-satunya cara untuk sukses. Dalam satu mata kuliah saya banyak mengambil pelajaran dari orang-orang besar yang sudah sukses dalam berwirausaha. Satu hal yang mereka semua miliki adalah semangat dalam bekerja keras, sisanya ilmu yang mereka amalkan berasal dari pengalaman yang mereka rasakan selama mereka membangun usaha masing-masing, dan dari keahlian dalam membangun networking, bukan kutipan teori-teori ahli atau buku populer.
Sangat benar jika kita menganggap kalau membaca sangatlah penting, karena dengan itu kita telah membuka jendela besar dunia. Dalam Islam pun membaca adalah sesuatu kegiatan yang sangat dianjurkan, bahkan membaca adalah ayat dan perintah pertama yang disampaikan malaikat Jibril pada Nabi Muhammad SAW. Namun, apakah pada saat Tuhan meminta Nabi membaca, Dia memerintahkan Nabi untuk membaca buku yang dikarang oleh ahli-ahli tertentu? Saya berasusmi tidak demikian. Pada saat jaman Nabi, cetakan-cetakan ilmu dalam bentuk tulisan di secarik kertas masih sangat jarang ditemukan. Saya berasumsi bahwa Tuhan memerintahkan Nabi membaca pada saat itu dalam artian membaca keadaan sekitar, membaca tanda-tanda kekuasaan Tuhan, memahami kondisi yang sedang dialami umat pada saat itu. Jadi sebenernya makna membaca dalam konteks agama tidaklah sesempit dalam artian hanya membaca buku karangan-karangan orang tertentu. Mendengarkan, mengamati, mempraktekan, aktif dalam organisasi, bermain, berpendapat, berteman semua hal tersebut saya pikir sebenarnya termasuk ke dalam konteks ‘membaca’, dan termasuk dalam praktek pembelajaran.
Oleh karena itu janganlah kita menganggap orang yang tidak suka membaca sebagai orang bodoh, sebagai orang yang tidak pernah belajar. Orang yang tidak gemar membaca hanyalah orang yang memilih jalan lain untuk menggapai kesuksesan. Jika kita ibaratkan gemar membaca adalah menaiki pesawat untuk pergi ke Surabaya dari Bandung, maka katakan saja cara belajar selain gemar membaca adalah menaiki kereta untuk sampai ke Surabaya dari Bandung, tidak begitu umum, jauh lebih lama, melelahkan, tapi mungkin inilah cara yang sanggup dijalani, mampu dibeli dan dianggap menyenangkan oleh seseorang, namun toh pada akhirnya dia akan tetap sampai. Seorang penumpang pesawat mungkin akan sampai ke tujuan dengan cepat dan nyaman, tapi yang dia lihat selama perjalanan hanyalah awan. Seorang penumpang kereta akan sampai ke tujuan lebih lambat, dan cenderung dianggap melalui perjalanan yang tidak nyaman, tetapi dia melihat banyak pemandangan, melalui banyak kota, dan bercengkerama dengan rakyat jelata yang juga menumpang kereta.
-Assumption-
-Assumption-
No comments:
Post a Comment